Apung Widadi - detikNews
Jakarta - Mengawali tahun politik 2013, tepatnya bulan
Februari lalu, kelompok masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Tagih
Janji (Gergaji) mendeklarasikan diri dan menyampaikan manifesto politik.
Benang merah dari gerakan tersebut sebenarnya adalah mengajak
masyarakat menagih janji politik hasil Pemilu 2009 untuk cermin Pemilu
2014.
Saya menilai gerakan tersebut penting dan perlu
diapresiasi. Setidaknya ada tiga alasan, pertama, hal ini untuk
mengevaluasi kinerja partai politik umumnya, dan DPR pada khususnya
yaitu representasi hasil pemilu 2009. Kedua, menjadi cermin untuk pemilu
2014 dan format perbaikan parlemen mendatang terkait pemilihan caleg.
Ketiga, ini bentuk pendidikan politik yang tidak diajarkan oleh partai
dan pemerintah untuk memilih caleg yang berkualitas, tidak ‘bermasalah’,
dan punya portofolio politik.
Formula yang dilakukan oleh
civil society
tersebut saya rasa dapat memberi penyeimbang bahkan bisa dibilang
metode alternatif atas verifikasi administratif oleh KPU. Saat ini,
Daftar Calon Anggota Legislatif Sementara (DCS) telah terdaftar di
Komisi Pemilihan Umum (KPU). KPU saat ini sedang memverifikasi 6.576
bakal calon yang sudah diserahkan oleh 12 partai politik. Rata-rata
parpol menyerahkan lebih dari 560 nama bakal calon. Dari hal tersebut,
KPU sangat sibuk dalam hal administratif belaka.
Sebagai catatan,
ruang gelap ini memang sengaja dibuat oleh rezim agar tidak ada ruang
partisipasi publik dalam proses pemilu. Dalam UU Pemilu, ruang publik
hanya dalam hal masukan administratif, bukan rekam jejak caleg. Rezim
parpol saat ini memang sengaja melokalisir masyarakat hanya sebagai
pemilih, tanpa dibekali pendidikan politik. Sampai tahap ini, idiom
‘seperti memilih kucing dalam karung’ saat pemilu legislatif tampaknya
hampir mendekati kebenaran. Oleh karena itu, masyarakat perlu berdaya
mengawal proses politik pemilu 2014 untuk meningkatkan derajat demokrasi
Indonesia.
Baca Selengkapnya